SUMENEP, Garuda Jatim — Polemik dugaan intimidasi dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) di Desa Galis, Kecamatan Giligenting, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, warga setempat yang mengaku telah dua tahun lamanya mengalami praktik pemotongan bantuan.
Seorang warga berinisial I menyampaikan kekecewaannya atas situasi yang disebut telah merusak kepercayaan publik terhadap pelayanan di tingkat desa.
“Jujur kami sebagai masyarakat kecewa jika itu terjadi. Ini memalukan, apalagi sampai ada dugaan intimidasi,” ujar I saat dikonfirmasi garudajatim.com Sabtu (8/11/25).
I menyebut, praktik pemotongan dana bansos sudah berlangsung sekitar dua tahun terakhir. Menurut pengakuannya, pemotongan diduga bervariasi berdasarkan jenis bantuan.
“Saya sudah mendengar praktik pemotongan itu sekitar dua tahun berjalan ini,” tuturnya.
Pihaknya merinci, bahwa bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) disebut dipotong sekitar Rp 30 ribu, sementara Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sekitar Rp 40 ribu.
“Semoga ke depan tidak terjadi lagi. Kasihan warga kalau haknya masih dipotong,” imbuhnya.
Kesaksian warga I memperkuat dugaan penyalahgunaan kewenangan yang sebelumnya menyeruak melalui rekaman suara seorang perempuan yang disebut-sebut sebagai istri Kepala Desa Galis berinisial F.
Dalam voice note yang beredar, perempuan tersebut memperingatkan warga agar mencairkan bansos di agen tertentu dan mengklaim memiliki kewenangan menghentikan bantuan penerima.
Upaya konfirmasi kepada pihak-pihak terkait hingga kini masih belum membuahkan hasil.
Saat dihubungi melalui telepon nomor yang diduga milik perempuan berinisial F sempat tersambung. Namun, panggilan tersebut justru dijawab oleh seorang anak kecil.
“Nggak ada mama, ini HP-nya dipegang aku. Mama nggak ada, nanti aku bilang ke mama,” ujar suara anak itu melalui sambungan telepon.
Sementara itu, Kepala Desa Galis, Akhmad Syafri Wiarda, belum memberikan respons atas permintaan konfirmasi, baik melalui panggilan telepon maupun pesan singkat.
Kasus ini kini mendapat sorotan publik mengingat bansos merupakan hak warga yang harus disalurkan tanpa tekanan, pemaksaan, ataupun pemotongan di luar ketentuan.
Praktik pemaksaan lokasi pencairan hingga potongan nominal, jika terbukti, dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran etik dan penyalahgunaan jabatan.
Hingga berita ini ditayangkan, Dinas Sosial P3A Kabupaten Sumenep belum memberikan pernyataan resmi terkait temuan serta dugaan tersebut, termasuk apakah akan dilakukan penelusuran atau langkah investigasi lapangan.(Za/Di)
Penulis : Za
Editor : Redaksi











