SUMENEP, Garuda Jatim – Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, genjot menghidupkan budaya membaca di tengah derasnya arus digitalisasi.
Salah satu langkah terbarunya adalah dengan menggelar bazar buku murah yang berlangsung dalam rangka Festival Literasi 2025 bertema Merawat Tradisi, Menggali Inspirasi Lewat Tradisi yang akan berlangsung pada 22 September 2025 mendatang.
Dalam bazar ini, ribuan judul buku dijajakan dengan harga mulai Rp10 ribu hingga potongan harga mencapai 80 persen. Targetnya jelas, mengajak masyarakat, terutama generasi muda, untuk kembali bersentuhan dengan buku fisik.
“Mayoritas generasi Z sekarang lebih suka main HP daripada membaca buku. Bahkan kalau membaca pun, mereka lebih memilih lewat layar. Padahal buku cetak punya magnet berbeda, bisa membentuk kebiasaan membaca yang lebih dalam,” ujar Kepala Dispusip Sumenep, Rudi Yuyianto. Sabtu (20/25)
Harga buku yang tinggi sering dijadikan alasan rendahnya minat baca masyarakat. Dengan bazar ini, Dispusip berusaha membuka akses selebar-lebarnya.
Buku yang dipasarkan tidak hanya kategori umum, tetapi juga sastra lokal, bacaan motivasi, sejarah, hingga buku anak.
“Bazar ini kami buat bukan sekadar jualan, tapi kampanye. Kami ingin membaca menjadi kebiasaan, bukan kewajiban. Kalau akses diperluas, tak ada lagi alasan tidak membaca,” jelasnya.
Festival literasi kali ini memang memberi ruang besar bagi tradisi lokal. Selain bazar, pengunjung bisa menikmati pameran arsip sejarah, cerita rakyat Madura, hingga bedah buku karya penulis daerah.
Konsep ini dirancang agar generasi muda tak hanya sekadar membaca, tapi juga menemukan inspirasi dari akar budayanya sendiri.
“Tradisi itu tidak hanya untuk dikenang, tapi juga bisa menjadi sumber kreativitas. Buku menjadi jembatan agar warisan itu terus hidup,” ucapnya.
Ia menegaskan, data terbaru menunjukkan bahwa tingkat minat baca di Indonesia tahun 2025 masih tergolong rendah.
“Situasi ini menjadi tantangan besar, terutama di tengah derasnya konten digital yang membuat masyarakat lebih betah berselancar di media sosial ketimbang membuka buku,” tegasnya.
Dispusip menilai, generasi muda harus dikenalkan kembali pada buku fisik agar tidak kehilangan “rasa” membaca. Buku diyakini mampu membentuk karakter, memperluas imajinasi, dan melatih kemampuan analisis yang tidak selalu bisa diperoleh dari layar ponsel.
Festival Literasi di Sumenep diharapkan tidak berhenti hanya sebagai agenda seremonial. Lebih jauh, acara ini bisa menjadi pintu masuk lahirnya budaya membaca baru di kalangan masyarakat.
“Kami ingin melihat anak-anak muda yang setiap hari terbiasa membaca, bukan hanya karena ada tugas sekolah, tapi karena membaca itu menyenangkan. Itulah cita-cita besar dari festival ini,” pungkas Rudi.(Za/Di)
Penulis : Za
Editor : Redaksi