SUMENEP, Garuda Jatim – Gelombang protes besar-besaran mengguncang Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Seusai menggelar aksi di depan Mapolres Sumenep, ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sumenep (AMS) bergerak menuju kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sabtu (30/8/2025) sore, guna menuntut wakil rakyat turun tangan menjawab keresahan masyarakat.
Aksi tersebut berlanjut hingga malam hari. Dalam orasi lantangnya, Mohammad Nor, juru bicara aksi, menuding DPRD Sumenep kehilangan marwah sebagai representasi rakyat.
“Dewan perwakilan rakyat di Sumenep hari ini sudah kehilangan fungsinya. Mereka sibuk dengan urusan komisi, bukan nasib rakyat,” ujarnya.
Ia menyindir kondisi politik nasional, dengan menyebut tragedi di DPR RI baru-baru ini bukan sekadar musibah kesehatan, melainkan dibunuh oleh kepentingan.
Sementara itu, Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Ardianta Alzi Candra, menyoroti fakta memilukan, Sumenep masih menempati peringkat ketiga kabupaten termiskin di Jawa Timur.
“Selama puluhan tahun, problem kemiskinan tidak pernah terpecahkan. DPRD mestinya berdiri di sisi rakyat, bukan berpaling dari penderitaan mereka,” katanya.
Ketegangan memuncak ketika massa mengetahui tidak ada satu pun anggota dewan yang hadir.
Sekretaris DPRD, Yanuar Yudha Bachtiar, sempat turun menemui demonstran, namun ditolak mentah-mentah.
Beberapa saat kemudian, Ketua DPRD Sumenep H. Zainal Arifin akhirnya muncul. Ia menjelaskan bahwa semua legislator tengah berada di dapil masing-masing dalam agenda reses.
“Saya minta agar aksi ini digelar ulang pada Selasa (3/9/2025), karena pada hari itu seluruh anggota DPRD akan hadir di rapat paripurna,” tegas Zainal.
Namun, pernyataan itu tidak memadamkan api kekecewaan. Massa bersikeras agar dewan segera hadir malam itu juga, bahkan sebagian mengancam bermalam di halaman DPRD.
Pantauan di lapangan, ban bekas yang dibakar membuat pagar timur kantor DPRD menghitam. Pintu masuk sisi timur pun disegel demonstran, sementara aparat TNI-Polri berjaga ketat agar aksi tetap kondusif.
Aksi AMS tidak lepas dari tragedi nasional. Massa mengaku geram atas kematian Affan Kurniawan, driver ojek online, yang tewas dalam insiden aksi 28 Agustus 2025 di Jakarta. Ia diduga dilindas kendaraan taktis polisi saat pengamanan massa.
Dalam orasinya, AMS menyebut peristiwa itu sebagai pembunuhan terstruktur. Mereka mengaitkannya dengan sejarah panjang kekerasan aparat sejak 1960-an hingga tragedi Mei 1998.
Empat tuntutan mereka antara lain:
1. Kapolres Sumenep menindak tegas aparat represif.
2. Menjamin tidak ada lagi kekerasan hingga pembunuhan terhadap rakyat.
3. Kapolri diminta mundur sebagai tanggung jawab moral.
4. Hukum seberat-beratnya pelaku penyebab kematian Affan.
Senada disampaikan oleh Kapolres Sumenep, AKBP Rivanda, yang sempat menemui massa, menyatakan belasungkawa dan menegaskan kasus tersebut sudah ditangani Propam Mabes Polri dengan tujuh anggota diperiksa.
“Kami apresiasi aksi AMS yang tertib. Saya pastikan, setiap anggota yang terbukti melanggar akan ditindak,” tuturnya.
Ia membuka pintu bagi AMS untuk mengawal proses hukum agar tidak berhenti di tengah jalan.
Aksi AMS kali ini tidak hanya memprotes aparat kepolisian, tetapi juga menyoroti lemahnya fungsi kontrol DPRD terhadap berbagai persoalan mendasar di daerah.
Meski Ketua DPRD berjanji semua legislator hadir Selasa depan, massa masih bertahan hingga malam. “Kami ingin bukti, bukan janji,” teriak mahasiswa di depan gedung DPRD.
Hingga berita ini diturunkan, ratusan massa masih mengepung kantor parlemen daerah, menjadikan Sabtu malam di Sumenep sebagai catatan penting ketegangan antara rakyat dan wakilnya sendiri.(Za/Di)
Penulis : Za
Editor : Redaksi