BANYUWANGI, Garuda Jatim – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi, Jawa Timur, terus menunjukkan keseriusan dalam mengatasi persoalan sampah dengan pendekatan berkelanjutan.
Melalui program Banyuwangi Hijau, kini daerah ujung timur Pulau Jawa itu kembali membangun Tempat Pengelolaan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS3R) di Desa Karetan, Kecamatan Purwoharjo, sebagai bagian dari upaya mewujudkan ekonomi sirkular di sektor lingkungan.
Pembangunan TPS3R Karetan ini melengkapi dua fasilitas sebelumnya yang telah berdiri di Desa Balak, Kecamatan Songgon, dan Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar. Ketiganya menjadi tulang punggung pengelolaan sampah terpadu di wilayah selatan hingga barat Banyuwangi.
Langkah ini tidak berdiri sendiri. Program Banyuwangi Hijau merupakan hasil kolaborasi lintas negara yang melibatkan perusahaan kimia global Borealis (Austria) dan lembaga lingkungan Clean Rivers (Uni Emirat Arab), dengan dukungan Project STOP yang telah lama berkiprah dalam solusi pengelolaan sampah pesisir.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyuwangi, Dwi Handayani, menyebutkan bahwa pembangunan TPS3R Karetan saat ini telah memasuki tahap cut and fill untuk persiapan lahan konstruksi.
“Pekerjaan sudah berjalan. Sekarang fokus pada pondasi, pagar keliling, dan bangunan penyangga. Target kami, Juni 2026 sudah tuntas, dan bulan berikutnya bisa mulai beroperasi,” kata Yani, sapaan akrabnya. Sabtu (11/25)
Fasilitas TPS3R Karetan nantinya akan mampu mengolah 160 ton sampah per hari dan melayani 37 desa di delapan kecamatan sekitar Purwoharjo.
Tak hanya itu, DLH juga menyiapkan dua Stasiun Peralihan Antara (SPA) baru yang berlokasi di Kelurahan Kertosari (Kecamatan Banyuwangi) dan Desa Setail (Kecamatan Genteng), masing-masing dengan kapasitas 50 ton per hari.
“Jika seluruh fasilitas baru ini beroperasi, total kapasitas pengelolaan sampah Banyuwangi Hijau akan mencapai 260 ton per hari, mencakup layanan hingga 1,4 juta jiwa,” ujarnya.
Dengan total populasi Banyuwangi sekitar 1,7 juta penduduk, program ini akan mampu menjangkau hampir seluruh warga. Adapun area yang belum terlayani akan dibantu oleh berbagai mitra lain seperti Sungai Watch dan Clean Oceans Through Clean Communities (CLOCC) dari Norwegia.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani mengatakan, program ini merupakan bagian dari Banyuwangi Hijau Fase 2, yang fokus pada pembangunan fasilitas pengolahan sampah modern dan ramah lingkungan.
“Penanganan sampah tidak cukup dengan mengangkut dan membuang, tapi harus menciptakan sistem yang memutar kembali nilai dari sampah. Inilah yang disebut ekonomi sirkular. Banyuwangi Hijau menjadi contoh nyata kolaborasi global untuk mewujudkannya,” tegasnya.
Ipuk menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam proyek ini.
“Terima kasih kepada pemerintah pusat, mitra negara, Project STOP, dan Perhutani Selatan yang telah menyediakan lahan serta mendukung pengelolaan sampah secara berkelanjutan,” imbuhnya.
Program Banyuwangi Hijau telah menjadi ikon pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat dan inovasi teknologi.
Melalui pendekatan ini, Pemkab Banyuwangi tidak hanya menekan volume sampah ke TPA, tetapi juga menciptakan lapangan kerja hijau, meningkatkan pendapatan warga dari daur ulang, dan menjaga ekosistem laut dari ancaman plastik.
Dari Songgon hingga Purwoharjo, jejak upaya ini menegaskan arah baru pengelolaan lingkungan di Banyuwangi—yakni dari sampah menjadi sumber daya.
“Ini bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan investasi sosial dan ekologis jangka panjang. Banyuwangi Hijau adalah bukti bahwa kolaborasi bisa melahirkan solusi untuk bumi,” tukasnya.(Za/Di)
Penulis : Za
Editor : Redaksi











