SUMENEP, Garuda Jatim – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, mendatangi desa-desa, berdialog langsung, sekaligus menawarkan keringanan berupa program penghapusan denda PBB-P2.
Langkah ini bukan sekadar sosialisasi, melainkan bagian dari strategi jangka panjang untuk menata basis penerimaan daerah dari sektor pajak.
Dengan kebijakan yang berlaku hingga 31 Desember 2025, berdasarkan Keputusan Bupati Sumenep Nomor: 109.3.3.2/185/KEP/013/2025 pemerintah daerah memberi ruang bernapas bagi wajib pajak yang sebelumnya terjerat tunggakan.
“Program ini kesempatan emas. Kami ingin masyarakat sadar bahwa pajak bukan beban, tapi kontribusi nyata bagi daerah. Dengan bebas denda, alasan untuk menunda pembayaran hampir tidak ada lagi,” ujar Kepala Bidang P2D Bapenda Sumenep. Akh. Sugiarto, saat sosialisasi di Kebundadap Timur. Rabu (24/25)
Dalam konteks pembangunan, pajak daerah memiliki peran vital. Data Bapenda menunjukkan bahwa PBB-P2 menyumbang porsi signifikan bagi pendapatan asli daerah (PAD).
Uang yang terkumpul ini dialirkan untuk pembiayaan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga layanan dasar lain yang langsung dirasakan masyarakat.
“Pajak dari rakyat akan kembali untuk rakyat. Jalan desa, perbaikan fasilitas umum, layanan kesehatan, semua itu lahir dari kepatuhan membayar pajak. Karena itu, pemerintah hadir memberi kemudahan agar masyarakat tidak merasa terbebani,” tegasnya.
Menariknya, strategi Bapenda kali ini menempatkan desa sebagai garda depan. Aparatur desa dilibatkan secara aktif sebagai jembatan komunikasi.
Alasannya jelas, perangkat desa dianggap lebih dekat secara emosional dengan masyarakat, sehingga pesan pajak lebih mudah diterima.
Di beberapa desa yang sudah dikunjungi, efeknya mulai terasa. Warga yang sebelumnya enggan atau takut karena denda menumpuk, kini berani datang ke loket pembayaran. Ada yang melunasi tagihan bertahun-tahun, ada pula yang baru sadar pentingnya tertib pajak.
Selain strategi tatap muka, Bapenda juga menyiapkan terobosan digital. Warga bisa mengecek tagihan dan membayar PBB lewat platform online. Cara ini menyasar generasi muda sekaligus mengurangi hambatan birokrasi.
Menurut Sugiarto, digitalisasi bukan sekadar modernisasi, tapi juga bentuk transparansi. “Kami ingin masyarakat merasa lebih mudah, lebih aman, dan tidak ada celah bagi informasi yang terputus,” paparnya.
“Ini bukti nyata bahwa pendekatan langsung ke desa efektif. Masyarakat semakin sadar bahwa pajak adalah bagian dari kontribusi untuk masa depan daerah,” imbuhnya.
Jika target 2025 tercapai, bukan hanya angka penerimaan daerah yang terangkat. Lebih dari itu, tumbuhnya kesadaran kolektif warga Sumenep tentang arti pajak akan menjadi fondasi penting bagi pembangunan jangka panjang.
“Jika kesadaran pajak terus meningkat, pembangunan Sumenep akan semakin kokoh. Pajak adalah investasi sosial yang hasilnya kembali untuk kita semua,” tukasnya.(Za/Di)
Penulis : Za
Editor : Redaksi











