SUMENEP, Garuda Jatim – Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Sumenep, Madura, Jawa Timur, kini mengarahkan langkah lebih progresif dengan menjadikan sektor pertanian sebagai laboratorium hidup (living laboratory).
Konsep tersebut bertujuan mengubah cara pandang masyarakat, bahwa pertanian bukan sekadar rutinitas turun-temurun, melainkan ruang inovasi yang bisa melahirkan nilai tambah ekonomi.
“Kami ingin menghapus jarak antara riset dan lahan. Petani bukan lagi objek, melainkan subjek yang ikut merumuskan inovasi,” jelas Kepala Brida Sumenep, Benny Irawan. Rabu (20/25)
Pendekatan ini, sambung dia, diharapkan mampu menjawab problem klasik pertanian Madura, yaitu tentang produktivitas rendah akibat iklim ekstrem, keterbatasan pupuk, dan biaya produksi tinggi.
BRIDA menilai, tanpa riset terapan, petani hanya akan menjadi korban siklus kekeringan tahunan.
“Riset juga diarahkan pada komoditas unggulan lokal seperti tembakau, jagung, dan padi gogo. Kami menekankan pentingnya menjaga kualitas varietas lokal sambil memperkuat daya saingnya di pasar modern. Salah satunya melalui penelitian pascapanen agar produk petani bisa bernilai jual lebih tinggi,” tegasnya.
Menariknya, BRIDA tidak hanya berhenti pada riset teknis. Pihaknya mengatakan, juga meneliti aspek sosial-ekonomi petani, termasuk model kemitraan dengan pesantren, koperasi, hingga UMKM pengolahan hasil panen.
“Dengan begitu, inovasi pertanian diharapkan menjadi ekosistem baru yang mendukung ketahanan pangan sekaligus pemberdayaan masyarakat desa,” ucap pria tinggi berkacamata itu.
“BRIDA tidak ingin hasil riset hanya tersimpan di rak laporan. Inovasi harus terasa manfaatnya di dapur petani. Kalau hasil panen meningkat dan pengeluaran berkurang, itulah indikator keberhasilan riset,” tuturnya.
“Dengan strategi ini, Sumenep diproyeksikan bisa menjadi contoh bagaimana daerah berbasis lahan kering mampu bertahan dan tumbuh lewat kekuatan riset,” tukasnya.(Za/Di)
Penulis : Za
Editor : Redaksi